ANTOLOGI CERPEN
“MEREKA BILANG, SAYA MONYET!”
Djenar
Maesa Ayu
Berbicara
tentang Djenar, saya langsung berpikir tentang sosok cerpenis wanita yang
terkesan “liar” ketika mengolah kata
dalam sebuah cerita. Bagaimana tidak? Dari beberapa cerpen yang ditulisnya,
tidak sedikit karyanya berupa sindiran tentang kehidupan sosial yang cenderung berbau
seks dan bebas, yang tentunya sering kita jumpai dikehidupan sehari-hari.
Dalam
antologi cerpennya yang pertama, saya menemukan realita kehidupan sosial yang
digambarkan oleh Djenar dalam sebuah cerita yang menggunakan sosok binatang
sebagai tokoh utama dalam ceritanya, yaitu “Mereka
bilang, saya monyet!”. Dari judul bukunya saja, Djenar sudah menggambarkan
sosok “Saya” sebagai monyet. Namun,
pada kenyataan yang terjadi pada tokoh “Saya” adalah hidup dengan penuh
kemunafikan yang digambarkannya dengan sosok binatang, yang menganggap dirinya
sebagai manusia yang bermartabat, mempunyai hati dan akal pikiran, namun tingkah lakunya seperti binatang.
Sungguh,
sebuah keberanian yang luar biasa. Seorang Djenar menempatkan sesosok manusia
yang berkepala buaya dan berbuntut kalajengking dan berdasi. Wanita berkepala
anjing yang mempunyai suami dan wanita bergaun indah dengan kepala ularnya
kedalam sebuah cerita.
Djenar
menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai wanita yang berkepala monyet. Menurut
saya, menjatuhkan karakter penulisnya sendiri, hal ini merugikan penulis.
Karena tidak ada satupun orang yang mau dan rela bila dipanggil “monyet”.
Selain itu, dari isi ceritanya pun sedikit membuat saya sedikit risih dengan
adegan yang cukup fulgar untuk sebuah bacaan yang umum. Adapun kutipannya
sebagai berikut:
”Saya tahu persis siapa dirinya.
Saya tahu persis Si Kepala Anjing berhubungan dengan banyak laki padahal ia
sudah bersuami. Saya persis Si Kepala Anjing sering mengendus-ngendus kemaluan
Si kepala Srigala. Bahkan Si Kepala Anjing juga pernah mengendus-ngendus
kemaluan saya walaupun kami berkelamin sama. Tapi tidak di depan umum”.
(halaman 8)