Selasa, 28 Februari 2012

Babad Geger Pengging


Syekh Siti Jenar
Babad Geger Pengging
Karya SAINI KM

PENGANTAR PENULIS

Sandiwara Syekh Siti jenar ini sengaja di beri anak judul Babad Geger Pengging. Alasannya ada dua, pertama karena sudah naskah lain yang berjudul Syekh Siti Jenar, kedua kata babad akan mengisyaratkan kepada pembaca atau penonton bahwa naskah ini bukan naskah sejarah, melainkan naskah sastra, lugasnya sastra-drama.

Kalau penulis berani menuliskan kata Babad, hal itu didukung pula oleh kenyataan bahwa di kalangan para sarjana sejarah sendiri masih ada keraguan, apakah kisah Syekh Siti Jenar itu memang pernah benar-benar terjadi atau hanya berupa cerita saja. Dengan demikian, penulis merasa lebih leluasa memergunakan cerita itu untuk tujuan-tujuannya yang bersifat sastrawi.

Memergunakan suatu cerita cesara sastrawi berarti mengolah cerita itu, memberinya tafsiran baru atau mengisinya dengan masalah-masalah lain, sesuai dengan maksud-maksud yang hendak dicapai sastrawan. Diantara maskdu-maksud itu ialah pengungkapan pengalaman sastrawan dengan pergulatannya dengan masalah-masalah yang dihadapinya masa kini dan di sini.

Dengan latar belakang seperti itu, sandiwara Syekh Siti Jenar ini  pun akhirnya dapat dianggap tidak berhubungan dengan kisah tokoh yang banyak di kenal di masyarakat Jawa khususnya dan Indonesia umumnya.

Bandung, 1986

Lakon Kisah cinta dan lain-lain



Lakon
Kisah cinta dan lain-lain
Karya Arifin C. Noer





MEWAH, MUSIK SEBUAH RUANG TENGAH DARI SEBUAH RUMAH YANG SANGAT SEPI. PINTU KAMAR ITU TERTUTUP, RUANG LENGANG
OTONG LEWAT. PINTU KAMAR ITU TERBUKA TUAN MANTO DAN DOKTER X MUNCUL

TUAN                       
Tak ada jalan lain, dokter?

DR.X (menggeleng)

TUAN                       
Mungkin ada, mungkin ada dokter lain yang bisa menolong?

DR.X                      
Hasilnya akan sama. Ini bukan semata penyakitnya yang memang sangat parah, tapi juga usianya yang sudah sangat tua. Dan lagi dia tak punya sedikitpun semangat dan kemampuan untuk hidup.

TUAN                       
Barangkali saya yang salah. Kami agak terlambat menghubungi barangkali

DR.X                      
Saya kira tuan dan Nyonya sudah cukup berusaha seperti jua saya. Nah tuan, saya kira sudah waktunya saya pergi. Saya harap tuan dapat menghibur hati Nyonya supaya tabah.

TUAN                       
Terima kasih dokter

Senin, 27 Februari 2012

LAKON JAM DINDING YANG BERDETAK


















Lakon
JAM DINDING YANG BERDETAK
(Catatan kecil sebuah keluarga dalam dua adegan)
Karya Nano Riantiarno




PARA PELAKU

THOMAS PATTIWAEL                   Papa umur kira-kira 45 tahun
MARIE PATTIWAEL                       Mama umur kira-kira 43 tahun
BENNY                                              Anak Lelakinya
MAGDA                                             Anak perempuannya
OMA                                                   Seorang nenek tetangga mereka
POLISI


Jumat, 24 Februari 2012

NASKAH DRAMA ELEGI MUSIM PANAS


ELEGI MUSIM PANAS
Karya : Chandra Kudapawana


DI SEBUAH RUANG TAMU RUMAH MEWAH. FURNITURE SERBA MENGKILAP MENGHIASI SETIAP SUDUT RUANG ITU. MEJA, LEMARI, KURSI, SEMUANYA TAMPAK MAHAL DAN BERKELAS. TAK KECUALI LEMARI KECIL TEMPAT BERDERETNYA MINUMAN-MINUMAN BERALKOHOL KELAS ATAS. SIANG HARI MUSIM KEMARAU. NIKOLAS TENGAH MENUANGKAN ANGGUR KE DALAM SLOKI. SEMENTARA TAK JAUH DARI SANA, NITA DUDUK TERMENUNG. TAK BERGAIRAH.

NIKOLAS (MENEGUK ANGGUR DARI SLOKI)
Mantap! Ini baru namanya anggur. Beda sekali dengan produk-produk local. Buatan luar negeri memang lebih bagus. (MENUANGKAN LAGI ANGGUR DALAM BOTOL).

Kamis, 02 Februari 2012

aku dan bagian kecil dari hidupku


     Terkadang kita selalu berharap semua akan baik-baik saja dan akan berjalan sesuai dengan keinginan kita. tapi tak jarang juga saat kita merasa kita sudah melakukan hal yang terbaik, justru pandangan yang berbeda datang dari seseorang yang kita anggap dekat dengan kita. Seolah kita salah saat mengambil/melakukan sesuatu yang sudah kita anggap baik itu. dan hal itulah yang baru saja aku alami. bukan berniat untuk membeberkan masalah atau malah memperpanjangnya. hanya saja, saat ini aku sedang kebingungan untuk bercerita pada siapa. karena malam ini begitu terasa sepi dan aku sedang melewatinya sendiri.


    Baru saja aku merasa sudah mencoba membuatnya tersenyum dengan memberikan lelucon dengan harapan aku bisa membuatnya bahagia dan kemudian dia mengatakan "terima kasih Sayang, aku senang malam ini" atau "terima kasih karena malam ini kamu bisa membuatku tersenyum". mungkin itu hanya gambaran dari apa yang menjadi harapanku waktu itu. meski aku tahu tak semua harapan akan menjadi kenyataan ^.^. hal itu juga terjadi padaku, apa yang aku harapkan ternyata berbeda jauh dari kenyataan, apa yang aku lakukan malah memperburuk keadaan, apakah aku termasuk lelaki baik saat ini? aku rasa tidak! aku hanya menimbulkan penderitaan bagi orang yang sedang dekat denganku atau bahkan orang yang sedang ingin dekat denganku. aku merasa aku ingin kembali pada masalalu, dimana aku bisa mengendalikan diriku dan hanya memikirkan diriku sendiri. tidak ada yang harus aku khawatirkan dan ada yang mengkhawatirkanku. mungkin itu akan merubah keadaan menjadi lebih baik. tak ada rokok yang harus aku hisap, begadang semalaman hanya karena menyesali keadaanku atau malah menyalakan televisi/komputer dengan film yang sama sekali tidak aku perhatikan jalan ceritanya hingga durasi film itu berakhir. dan aku memutar film lain sampai aku terkantuk dan terlelap dalam keadaan tak baik.


   mungkin selama ini, aku hanya sedang bersandiwara dan memainkan lakon untuk dijadikan bahan tertawaan sampai akhirnya aku harus ikut tertawa dan aku sedang mencoba bahagia saat itu. setidaknya dengan cara itu, mereka melihatku sedang berbahagia. itu mungkin untuk mereka, tapi bagaimana dengan diriku? apa yang sedang aku rasakan? sebenarnya aku sudah lupa caranya tertawa dan mengatakan "Aku bahagia" dengan senyuman yang jarang sekali aku luapkan waktu itu. mungkin saja hal itu benar adanya, karena apapun yang aku lakukan takkan membuat orang disekelilingku merasakan bahagia. contohnya saja Ayahku. Beliau menginginkanku untuk mengikuti jejaknya, atau bahkan jejak Ayah dari Ayahku yaitu Kakekku. mungkin mereka menganggap mereka orang hebat dan aku perlu mengikutinya. aku harus dipaksa masuk ke Sekolah yang namanya saja baru aku dengar dan itu jelas bukan impianku. aku harus mengikuti kehendaknya untuk masuk dunia teknik. akupun tidak tahu apa itu sekolah teknik? apalagi  saat aku membongkar sebuah rangkaian mesin dengan bagian-bagian kecil yang sangat asing di mataku. jujur saja, sebelum masuk sekolah mesin aku tidak tahu menahu bagian dari motor yang sering aku gunakan, aku hanya tahu dua roda yang bergelinding saat aku menarik gas yang ada di tangan kananku. saat itu aku mencoba tersenyum saat ibuku menanyakan "bagaimana pelajaran di Sekolah?" aku hanya mencoba tersenyum untuknya, tapi bagaimana sikap Ayah padaku? dia tidak pernah melakukannya bahkan saat itu aku jarang melihatnya di Rumah karena aku pun sudah malas untuk membuka obrolan dengannya.
kembali ke masa kecilku.

    Aku jadi ingat saat semua orang tua murid rela tak masuk kerja untuk menghadiri acara perpisahan sekolah anaknya. mereka hanya ingin melihat anaknya ada di atas podium dengan senyuman dan dengan bangga menerima hadiah berupa bingkisan kecil dari kepala sekolah. saat itu teman-temanku ditemani oleh kedua orang tuanya. berbeda dengan diriku, aku hanya ditemani oleh Ibu, yang pada saat itu merapihkan seragam yang kukenakan. aku sedikit menangis, karena merasa iri dengan teman-temanku. tapi aku menahannya, karena aku tak ingin terlihat lemah oleh Ibu dan dan teman-temanku yang sedang hangat bercanda dengan kedua orang tuanya.


    Semua orang tua murid sudah mengisi kursi yang sudah disediakan. aku beserta teman-teman berada di tempat berbeda. semua orang tua pasti mendoakan agar nama anaknya lah yang dipanggil ke atas podium dengan predikat juaran kelas, dan karena ini tahun ke-6, maka akan ada siswa yang dinobatkan sebagai juara Umum diangkatannya. semua siswa sudah pasti tegang, begitupun dengan aku. peringkat 3 sudah disebutkan untuk naik kepanggung, tapi itu bukan aku, begitupun dengan peringkat kedua, nama yang dipanggil adalah bukan namaku. aku menatap ibu yang sudah setia berada ditempat duduknya, aku takut jika aku tidak masuk dalam peringkat pada tahun ini. dan begitu peringkat satu disebutkan, nama akulah yang dipanggil untuk naik ke atas podium, dan ini bukan kali pertamanya aku naik ke podium untuk mendapatkan pernghargaan sebagi peringkat pertama. ibu bertepuk tangan begitupun dengan orang tua murid lainnya. aku merasa bangga saat itu dan berpikiran aku sudah melakukan hal yang terbaik untuk orang tuaku. kebanggaan tersendiri untuk ibu saat mendengar orang tua murid mengatakan "anak itu (Aku) terus yang naik ke Podium dan sekarang dia menjadi juara umum, tidak seperti anakku. dia anak siapa ya?" kata-kata itu dilontarkan kepada ibuku, dan ibu tersenyum sambil berkata "itu anak saya, Bu". orang tua itu merasa malu karena tidak tahu orang yang sedang ia tanya itu adalah ibuku.


     Aku bahagia saat itu, setibanya di rumah, aku kira Ayah akan mengatakan "maaf, Ayah tak bisa menghadiri perpisahan sekolah dengan alasan bla...bla..bla..." tapi hal itu tidak terjadi, bahkan dia tidak sempat menanyakan hasil belajarku selama ini. aku merasa tidak berati saat itu, dan mulai saat itu, apa aku pantas untuk merasa bangga akan diriku sendiri? aku rasa tidak!
itu adalah bagian dari masalaluku, yang seharusnya tak usah aku ingat lagi ^.^
Skip!

     Semua cerita itu menyadarkan aku, tentang kondisiku saat ini. wajar saja jika aku trauma jika disalahkan, padahal aku sudah melakukan hal yang terbaik yang bisa aku lakukan. setidakya jangan merubah sikap saat aku melakukan kekeliruan. setelah itu, aku ingin sekali mengatakan "aku tidak bermaksud untuk menyakitimu" atau mungkin saja "aku harap kau tidak bosan menerima maafku"

      Hal itu membuatku kembali kaku untuk mengatakan "bagaimana keadaanmu hari ini?" atau mungkin menggengam tanganmu saat kau hendak menaiki tangga. aku rasa aku tak bisa melakukan itu, aku berpikir saat aku melakukannya, kau hanya akan menjawab "Baik" lalu menamparku saat aku menggenggam tanganmu. bukankah itu sebuah ketakutanku? aku saat ini sedang merasakan takut. takut untuk bicara, takut untuk menatap, dan takut untuk melangkah.
entahlah, mungkin aku ingin menjadi diriku sendiri, seorang bocah yang memainkan bola di kamar sambil  menunggu Ibunya untuk meminta izin bermain bola bersama teman-teman saat keadaan hujan, dan ketikaibu Ibu tiba, hujan sudah reda. 

#Aku sudah lelah menjadi lakon dalam sebuah cerita yang harus tetap terlihat bahagia meski sebenarnya sedang terluka.