Selasa, 25 Oktober 2011

tips buat aktifis


Ngintip tips yuck :D

Sebagai seorang mahasiswa kita memang harus pintar mengatur waktu, apalagi kalau kita aktif di sebuah organisasi yang ada di dalam kampus atau diluar kampus, pasti sangat menyita waktu kalian. Tapi jangan sampai lupa dengan tujuan utama kita berangkat ke kampus loh, untuk kuliah bukan ? menrima mater perkuliahan beserta tugas dari dosen. nah, hal itu yang harus kita ingat terus. Tapi pernah gak sih kita merasa keteteran dengan segudang kegiatan dan seabreg tugas yang diberikan kepada kita. Apalagi dengan kesehatan yang kadang mengganggu aktifitas kita. Repotkan?
Ada saran nich buat kawan-kawan yang aktif di organisasi tapi gak mau nilai kita jeblok. Coba deh cara ini:

musim kampanye


MUSIM KAMPANYE


Di sudut jalan wajahmu terpasang dalam lembar kain kematian
Bertuliskan rayuan penyair picisan
Apa kau lihat, tangisan bocah telanjang yang kedinginan?
Dalam kota yang kau agungkan

Harusnya, kau saja yang memasang gambarmu
Pada kain yang menutupi kemaluanmu
Biar tahu, mana itu pasar Rau!
Tempat berpangku wanita lugu
Mengemis dengan membawa buku

Apa yang kau pamerkan dengan senyummu?
dengan hiasan-hiasan makna kata yang tak nyata
biar saja kota mu kan bercerita
lewat udara yang kau beri harga.



Serang,  2011

Jumat, 21 Oktober 2011

sohib-sohib seperjuangan

peran pertama untuk menjadi kompeni :D dengan Rokok yang tak pernah lepas meski sedang pentas dan ternyata rokok bisa membuat gw lebih tenang saat berada diatas panggung. hehe

Guruku Sayang Dibuang Jangan




GURUKU SAYANG DIBUANG JANGAN
Rahmat Heldy HS

Novel dengan judul “Guruku sayang dibuang jangan” karya Rahmat Heldy HS adalah sebuah novel yang dari awal sudah membuat saya merasa penasaran,  ketika membaca judulnya saja saya sudah tak sabaran untuk mengartikannya, sehingga timbullah pertanyaan dalam hati saya. Mengapa novel ini diberi judul “Guruku Sayang Dibuang Jangan”? bahkan saya merasa aneh ketika ada kata “guruku”, padahal dalam novel ini penulis menceritakan perjalanan Rapie sebagai mahasiswa bukan sebagai guru, Tapi pertanyaan tersebut terjawab sudah ketika saya membaca novel ini sampai beres dan diperkuat oleh  kata pengantar dari Mas Gong. Ternyata judul awal dari novel ini adalah “Kuteriakan Cintaku di Speaker Mesjid”, setelah saya tahu, saya jadi ingin tertawa dengan judul awal novel ini, saya langsung berimajinasi, ketika Rapie menggunakan speaker mesjid untuk mengatakan cintanya pada Padma sedangkan anak DKM akan menggunakan speaker untuk adzan, bisa-bisa terjadi trategi perebutan speaker seperti yang di lakukan kandidat Presma dengan Rektor yang akan memberikan sambutan ketika acara Peduli Kampus 2011, sungguh lucu saat saya menyaksikannya.
Awalnya saya bukan seorang yang “kutu buku” apalagi bercita-cita menjadi seorang penulis, namun novel ini memberi saya motivasi lebih untuk belajar menulis karena apa yang diceritakan oleh penulis tak berbeda jauh dengan kisah hidup saya, jadi tak percuma saya membaca novel ini meski sudah menyita waktu saya selama enam hari belakangan ini. Saat berada di kantin, di PKM DIKSATRASIA, hingga ke kelas pun saya membawa buku ini dan membuat saya lupa membawa buku mata kuliah lain. Ketika Rapie memberikan puisi untuk Padma, saya jadi punya inisiatif untuk membuat sebuah cerpen untuk wanita yang tak perlu saya sebutkan namanya. Berkat novel ini saya jadi berani untuk menulis sebuah cerpen dan memberikan cerpen itu kepada mahasiswi jurusan B. Inggris, meski ujung-ujungnya sama saja dengan nasib yang dialami Rapie, kecewa!, tapi tak mengapa, itu semua membuat saya semakin ingin menuliskan kepedihan saya kedalam sebuah cerita seperti yang dilakukan oleh penulis dalam novel ini.

PRESIDEN PRAWIRANEGARA




PRESIDEN PRAWIRANEGARA
Akmal Nasery Basral

Novel sejarah “Presiden Prawiranegara” karya Akmal Nasery Basral merupakan novel sejarah pertama yang saya baca. Awalnya saya merasa malas untuk membacanya karena berhubungan dengan sejarah yang saya kira sulit untuk dimengerti dan terkesan membosankan, tetapi setelah membaca novel ini saya jadi berpikir ulang bila harus berkata demikian, malah saya merasa harus lebih mempelajari tentang sejarah Indonesia. Novel yang sangat menggugah pembacanya untuk lebih mengenal sejarah bangsanya karena masih banyak fakta yang belum terungkap atau terkesan asing di mata masyarakat.
Ketika saya membaca novel ini, seolah-olah saya terhanyut ke dalam cerita, sehingga sayang jika menunda untuk menyelesaikan membacanya sampai selesai. Dengan cerita yang mengalir dan membuat saya kembali mengingat tentang pelajaran sejarah sewaktu duduk di bangku sekolah. mencoba mengulas beberapa nama tokoh dalam sejarah perjuangan Indonesia melawan tentara Belanda yang ingin merebut kembali NKRI pada sekitar tahun 1948. Namun ada beberapa tokoh yang tidak pernah saya dengar sama sekali dalam pelajaran sejarah Indonesia seperti Kamil Koto dan Syafruddin Prawiranegara. Timbul pertanyaan pada diri saya, manakah tokoh yang merupakan bagian dari sejarah dan fiksi yang ada dalam novel ini? Namun, pertanyaan itu terjawab ketika saya mengingat perkataan dari Pak Akmal sendiri tentang kedua tokoh ini. “Kamil Koto merupakan sebuah tokoh fiksi yang dimasukan kedalam cerita, sedangkan Syafruddin Prawiranegara adalah tokoh nyata dalam sejarah yang ada dalam cerita”. Beruntung sekali saya datang ke acara bedah karya yang diadakan oleh Rumah Dunia, karena mendapatkan pencerahan langsung dari penulisnya untuk mengapresiasi novel ini.

"mereka Bilang, Saya Monyet!"


ANTOLOGI CERPEN
“MEREKA BILANG, SAYA MONYET!”
Djenar Maesa Ayu

Berbicara tentang Djenar, saya langsung berpikir tentang sosok cerpenis wanita yang terkesan “liar” ketika mengolah kata dalam sebuah cerita. Bagaimana tidak? Dari beberapa cerpen yang ditulisnya, tidak sedikit karyanya berupa sindiran tentang kehidupan sosial yang cenderung berbau seks dan bebas, yang tentunya sering kita jumpai dikehidupan sehari-hari.
Dalam antologi cerpennya yang pertama, saya menemukan realita kehidupan sosial yang digambarkan oleh Djenar dalam sebuah cerita yang menggunakan sosok binatang sebagai tokoh utama dalam ceritanya, yaitu “Mereka bilang, saya monyet!”. Dari judul bukunya saja, Djenar sudah menggambarkan sosok “Saya” sebagai monyet. Namun, pada kenyataan yang terjadi pada tokoh “Saya” adalah hidup dengan penuh kemunafikan yang digambarkannya dengan sosok binatang, yang menganggap dirinya sebagai manusia yang bermartabat, mempunyai hati dan akal pikiran,  namun tingkah lakunya seperti binatang.
Sungguh, sebuah keberanian yang luar biasa. Seorang Djenar menempatkan sesosok manusia yang berkepala buaya dan berbuntut kalajengking dan berdasi. Wanita berkepala anjing yang mempunyai suami dan wanita bergaun indah dengan kepala ularnya kedalam sebuah cerita.
Djenar menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai wanita yang berkepala monyet. Menurut saya, menjatuhkan karakter penulisnya sendiri, hal ini merugikan penulis. Karena tidak ada satupun orang yang mau dan rela bila dipanggil “monyet”. Selain itu, dari isi ceritanya pun sedikit membuat saya sedikit risih dengan adegan yang cukup fulgar untuk sebuah bacaan yang umum. Adapun kutipannya sebagai berikut:
”Saya tahu persis siapa dirinya. Saya tahu persis Si Kepala Anjing berhubungan dengan banyak laki padahal ia sudah bersuami. Saya persis Si Kepala Anjing sering mengendus-ngendus kemaluan Si kepala Srigala. Bahkan Si Kepala Anjing juga pernah mengendus-ngendus kemaluan saya walaupun kami berkelamin sama. Tapi tidak di depan umum”. (halaman 8)

Sekali Peristiwa di Banten Selatan



SEKALI PERISTIWA DI BANTEN SELATAN
“Pramoedya Ananta Toer” 

Novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramodya Ananta Toer menjadi sebuah bukti dari sejarah yang terjadi disekitar daerah Banten selatan tempo dulu berdasarkan hasil kunjungannya pada akhir tahun 1957. Pram termasuk penulis yang cukup berani karena telah mengungkap sejarah dengan tulisannya yang awalnya masih tabu bagi rakyat indonesia, terutama kabar dari sebuah daerah terpencil yang minimnya akan informasi. Karena keberanian inilah Pram pernah keluar masuk penjara, yaitu 3 tahun dalam penjara kolonial, 1 tahun pada masa Orde Lama, dan paling lama 14 tahun masa Orde Baru. Tetapi dalam masa-masa itu Pram tidak patah semangat untuk terus menulis meski dalam keadaan apapun. Maka pantaslah bila Pram yang mendapatkan penghargaan nobel dan karyanya  yang satu ini telah diterjemahkan kedalam bahasa asing seperti, rusia dan cheko.
            cerita yang disajikan oleh Pram dalam novel ini sangat mudah dimengerti dengan gaya bahasa yang disuguhkan oleh Pram dalam novel ini seperti gaya bahasa yang digunakan dalam naskah drama. Novel sastra yang mengandung nilai sejarah seperti inilah yang menjadi sebuah aset bagi bangsa Indonesia, apalagi novel yang dapat membuat kita membuka mata akan kelamnya sejarah Indonesia.