Kamis, 02 Februari 2012

aku dan bagian kecil dari hidupku


     Terkadang kita selalu berharap semua akan baik-baik saja dan akan berjalan sesuai dengan keinginan kita. tapi tak jarang juga saat kita merasa kita sudah melakukan hal yang terbaik, justru pandangan yang berbeda datang dari seseorang yang kita anggap dekat dengan kita. Seolah kita salah saat mengambil/melakukan sesuatu yang sudah kita anggap baik itu. dan hal itulah yang baru saja aku alami. bukan berniat untuk membeberkan masalah atau malah memperpanjangnya. hanya saja, saat ini aku sedang kebingungan untuk bercerita pada siapa. karena malam ini begitu terasa sepi dan aku sedang melewatinya sendiri.


    Baru saja aku merasa sudah mencoba membuatnya tersenyum dengan memberikan lelucon dengan harapan aku bisa membuatnya bahagia dan kemudian dia mengatakan "terima kasih Sayang, aku senang malam ini" atau "terima kasih karena malam ini kamu bisa membuatku tersenyum". mungkin itu hanya gambaran dari apa yang menjadi harapanku waktu itu. meski aku tahu tak semua harapan akan menjadi kenyataan ^.^. hal itu juga terjadi padaku, apa yang aku harapkan ternyata berbeda jauh dari kenyataan, apa yang aku lakukan malah memperburuk keadaan, apakah aku termasuk lelaki baik saat ini? aku rasa tidak! aku hanya menimbulkan penderitaan bagi orang yang sedang dekat denganku atau bahkan orang yang sedang ingin dekat denganku. aku merasa aku ingin kembali pada masalalu, dimana aku bisa mengendalikan diriku dan hanya memikirkan diriku sendiri. tidak ada yang harus aku khawatirkan dan ada yang mengkhawatirkanku. mungkin itu akan merubah keadaan menjadi lebih baik. tak ada rokok yang harus aku hisap, begadang semalaman hanya karena menyesali keadaanku atau malah menyalakan televisi/komputer dengan film yang sama sekali tidak aku perhatikan jalan ceritanya hingga durasi film itu berakhir. dan aku memutar film lain sampai aku terkantuk dan terlelap dalam keadaan tak baik.


   mungkin selama ini, aku hanya sedang bersandiwara dan memainkan lakon untuk dijadikan bahan tertawaan sampai akhirnya aku harus ikut tertawa dan aku sedang mencoba bahagia saat itu. setidaknya dengan cara itu, mereka melihatku sedang berbahagia. itu mungkin untuk mereka, tapi bagaimana dengan diriku? apa yang sedang aku rasakan? sebenarnya aku sudah lupa caranya tertawa dan mengatakan "Aku bahagia" dengan senyuman yang jarang sekali aku luapkan waktu itu. mungkin saja hal itu benar adanya, karena apapun yang aku lakukan takkan membuat orang disekelilingku merasakan bahagia. contohnya saja Ayahku. Beliau menginginkanku untuk mengikuti jejaknya, atau bahkan jejak Ayah dari Ayahku yaitu Kakekku. mungkin mereka menganggap mereka orang hebat dan aku perlu mengikutinya. aku harus dipaksa masuk ke Sekolah yang namanya saja baru aku dengar dan itu jelas bukan impianku. aku harus mengikuti kehendaknya untuk masuk dunia teknik. akupun tidak tahu apa itu sekolah teknik? apalagi  saat aku membongkar sebuah rangkaian mesin dengan bagian-bagian kecil yang sangat asing di mataku. jujur saja, sebelum masuk sekolah mesin aku tidak tahu menahu bagian dari motor yang sering aku gunakan, aku hanya tahu dua roda yang bergelinding saat aku menarik gas yang ada di tangan kananku. saat itu aku mencoba tersenyum saat ibuku menanyakan "bagaimana pelajaran di Sekolah?" aku hanya mencoba tersenyum untuknya, tapi bagaimana sikap Ayah padaku? dia tidak pernah melakukannya bahkan saat itu aku jarang melihatnya di Rumah karena aku pun sudah malas untuk membuka obrolan dengannya.
kembali ke masa kecilku.

    Aku jadi ingat saat semua orang tua murid rela tak masuk kerja untuk menghadiri acara perpisahan sekolah anaknya. mereka hanya ingin melihat anaknya ada di atas podium dengan senyuman dan dengan bangga menerima hadiah berupa bingkisan kecil dari kepala sekolah. saat itu teman-temanku ditemani oleh kedua orang tuanya. berbeda dengan diriku, aku hanya ditemani oleh Ibu, yang pada saat itu merapihkan seragam yang kukenakan. aku sedikit menangis, karena merasa iri dengan teman-temanku. tapi aku menahannya, karena aku tak ingin terlihat lemah oleh Ibu dan dan teman-temanku yang sedang hangat bercanda dengan kedua orang tuanya.


    Semua orang tua murid sudah mengisi kursi yang sudah disediakan. aku beserta teman-teman berada di tempat berbeda. semua orang tua pasti mendoakan agar nama anaknya lah yang dipanggil ke atas podium dengan predikat juaran kelas, dan karena ini tahun ke-6, maka akan ada siswa yang dinobatkan sebagai juara Umum diangkatannya. semua siswa sudah pasti tegang, begitupun dengan aku. peringkat 3 sudah disebutkan untuk naik kepanggung, tapi itu bukan aku, begitupun dengan peringkat kedua, nama yang dipanggil adalah bukan namaku. aku menatap ibu yang sudah setia berada ditempat duduknya, aku takut jika aku tidak masuk dalam peringkat pada tahun ini. dan begitu peringkat satu disebutkan, nama akulah yang dipanggil untuk naik ke atas podium, dan ini bukan kali pertamanya aku naik ke podium untuk mendapatkan pernghargaan sebagi peringkat pertama. ibu bertepuk tangan begitupun dengan orang tua murid lainnya. aku merasa bangga saat itu dan berpikiran aku sudah melakukan hal yang terbaik untuk orang tuaku. kebanggaan tersendiri untuk ibu saat mendengar orang tua murid mengatakan "anak itu (Aku) terus yang naik ke Podium dan sekarang dia menjadi juara umum, tidak seperti anakku. dia anak siapa ya?" kata-kata itu dilontarkan kepada ibuku, dan ibu tersenyum sambil berkata "itu anak saya, Bu". orang tua itu merasa malu karena tidak tahu orang yang sedang ia tanya itu adalah ibuku.


     Aku bahagia saat itu, setibanya di rumah, aku kira Ayah akan mengatakan "maaf, Ayah tak bisa menghadiri perpisahan sekolah dengan alasan bla...bla..bla..." tapi hal itu tidak terjadi, bahkan dia tidak sempat menanyakan hasil belajarku selama ini. aku merasa tidak berati saat itu, dan mulai saat itu, apa aku pantas untuk merasa bangga akan diriku sendiri? aku rasa tidak!
itu adalah bagian dari masalaluku, yang seharusnya tak usah aku ingat lagi ^.^
Skip!

     Semua cerita itu menyadarkan aku, tentang kondisiku saat ini. wajar saja jika aku trauma jika disalahkan, padahal aku sudah melakukan hal yang terbaik yang bisa aku lakukan. setidakya jangan merubah sikap saat aku melakukan kekeliruan. setelah itu, aku ingin sekali mengatakan "aku tidak bermaksud untuk menyakitimu" atau mungkin saja "aku harap kau tidak bosan menerima maafku"

      Hal itu membuatku kembali kaku untuk mengatakan "bagaimana keadaanmu hari ini?" atau mungkin menggengam tanganmu saat kau hendak menaiki tangga. aku rasa aku tak bisa melakukan itu, aku berpikir saat aku melakukannya, kau hanya akan menjawab "Baik" lalu menamparku saat aku menggenggam tanganmu. bukankah itu sebuah ketakutanku? aku saat ini sedang merasakan takut. takut untuk bicara, takut untuk menatap, dan takut untuk melangkah.
entahlah, mungkin aku ingin menjadi diriku sendiri, seorang bocah yang memainkan bola di kamar sambil  menunggu Ibunya untuk meminta izin bermain bola bersama teman-teman saat keadaan hujan, dan ketikaibu Ibu tiba, hujan sudah reda. 

#Aku sudah lelah menjadi lakon dalam sebuah cerita yang harus tetap terlihat bahagia meski sebenarnya sedang terluka.

0 komentar:

Posting Komentar