Sabtu, 31 Desember 2011

Analisis Novel "Salah Pilih"


ANALISIS NOVEL SALAH PILIH DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA
Desma Yuliadi Saputra
Diksatrasia IA
FKIP-UNTIRTA

ABSTRAK
Novel ini menceritakan tentang kisah cinta seorang wanita di suku Minang yang mencintai seorang pria yang menjadi saudara angkatnya, awalnya kisah percintaan mereka terhalang oleh adat istiadat Minang yang melarang masyrakatnya untuk menikah bila sesuku atau sekaum. Dan kita akan melihat bagaimana adat akan mengatur tingkah dan perbuatan setiap masyarakatnya. Novel ini akan dikaji dengan pendekatan sosiologi sastra karena unsur budaya dan adat minang yang sangat kental dalam novel ini, terutama adat kepongahan dan adat perkawinannya yang dipakai pada masa itu, namun dewasanya kini mulai ditinggalkan oleh masyarakatnya.
Kata Kunci: Minang, Sosiologi Sastra, Adat Istiadat.


1.      Latar Belakang masalah
Novel salah pilih adalah salah satu novel karya Nur St. Iskandar dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1928 dan cetakan terkahir pada tahun2006 yang diterbitkan oleh Penerbit Balai Pustaka. Novel ini menjelaskan tentang bagaimana masyarakat minang memegang teguh yang menjadi peraturan adatnya, terutama adat mengenai perkawinan di tanah minang yang dahulunya dilakukan dengan perjodahan oleh orang tua ke dua belah pihak. Unsur kebudayaan inilah yang menarik untuk dikaji dengan pendekatan sosiologi sastra.  Karena  pendekatan sosiologi sastra yang paling banyak dilakukan saat ini menaruh perhatian yang besar terhadap aspek dokumenter sastra dan landasannya adalah gagasan bahwa sastra merupakan cermin zamannya dan sosiologi sastra merupakan monumen sejarah tentang kehidupan masyarakat di jaman dahulunya.
Adat Istiadat Ialah adat yang terjadi dengan sendirinya karena interaksi antar anggota masyarakat dan antar anggota masyarakat dengan dunia luar. Dinamakan juga adat sepanjang jalan yang datang dan pergi, dan ditolerir selama tidak melanggar adat yang yang telah ditentukan. Pengakuan akan adanya adat-sitiadat ini menjadikan adat Minang lebih komplit dan memberi ruang bagi anggota masyarakat untuk bereksperimen dengan hal-hal baru dan memperkaya budayanya.
Hal inilah yang dilakukan oleh penulis saat kita memperhatikan waktu terbitnya, yaitu pada tahun 1928, maka setidaknya kita mengetahui bahwa novel ini menceritakan kejadian di masa itu. Beliau berusaha memberikan gambaran nyata segala hal yang terjadi dalam kehidupan masyarakatnya pada saat itu.
Jika melihat pada jaman sekarang, masalah itu sudah jarang bahkan sudah tidak ditemui lagi.  hal inilah yang menarik dari novel salah pilih karena dengan membaca novel salah pilih ini, pembaca akan mengetahui kejadian-kejadian di Minangkabau dengan melihat gambaran-gambaran yang diceritakan oleh pengarang pada zamanya itu dari penokohan yang mengalami konflik-konflik sosial dalam mematuhi peraturan adat minang itu sendiri. Dan jika kita melihat sisi cerita novel salah pilih ini menggambarkan perubahan-perubahan kehidupan adat istiadat  yang menggambarka kejadian-kejadian nyata pada saat itu.

1.1  Landasan teori
Karya sastra adalah perpaduan antara hasil imajinasi seorang sastrawan dengan kehidupan secara faktual. Karya sastra jelas dihasilkan oleh seorang penulis, tetapi penulis itu sendiri adalah bagian dari masyarakat itu sendiri.
Sosiologi sastra sebagai suatu jenis pendekatan terhadap sastra memiliki paradigma dengan asumsi dan implikasi epistemologis yang berbeda daripada yang telah digariskan oleh teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra. Penelitian-penelitian sosiologi sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra adalah ekspresi dan bagian dari masyarakat, dengan demikian memiliki keterkaitan resiprokal dengan jaringan-jaringan sistem dan nilai dalam masyarakat tersebut (Soemanto, 1993; Levin, 1973:56).
Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya (Soemanto, 1993).

2. Analisis novel
2.1 Pengaruh Adat Minang Terhadap Tingkah Laku Masyrakatnya
Novel ini menggambarkan bagaimana adat minang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakatnya, sehingga membatasi pergaulan dan tingkah laku anggota masyarakatnya yang sudah mulai beranjak dewasa dengan lawan jenisnya, walaupun itu masih ada ikatan kekeluargaan. Sebagaimana halnya, penggalan cerita dalam novel salah pilih, ketika Asnah mengingatkan Asri tentang adat masyarakatnya yang mulai Asri lupakan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut :
“bukan hati yang berubah, melainkan adat yang seolah-olah telah menjauhkan kita, semasa kecil memang boleh kita bermain-main, berjalan-jalan, tertawa-tawa dan berpeluk-pelukan. Akan tetapi sekarang kita sudah mulai remaja, hingga ini keatas, kelakuan sanak laki-laki harus hingga berbatas kepada saudaranya yang  perempuan, kalau kita tidak pakai adat itu, niscaya kita akan hina dimata orang”. (halaman 28)
Dan kita bisa melihat bagaimana adat yang mengatur perbuatan Asnah terhadap Asri yang dianggap sebagai saudaranya sendiri ketika hendak memasuki rumah. Hal ini yang berada dalam lingkungan masyarakat itu sendiri dahulunya, hingga mempunyai tata krama atau perbuatan yang santun dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kutipan berikut :
“berjabat tangan pun sudah terasa janggal terasa olehnya. Dan berdekatan duduk sumbang pada adat, jika tidak ada orang lain beserta duduk dekat adik kakaK itu. Demikian adat umum yang diketahuinya dan dipahamkanya.” (halaman 27)
“ingatlah kanda, sedangkan jika seorang laki-laki hendak naik kerumah saudaranya atau kemenakannya yang perempuan, sebelum naik tangga ia harus batuk-batuk dahulu atau ia berdiri di halaman sebentar sambil berkata sekuat-kuat, sekedar terdengar keatas rumah.” (halaman 29)
Pengarang dalam novel salah pilih ini, seakan-akan mencoba untuk membuka pandangan masyarakat minang terhadap adat kuno yang mereka pegang itu, terlalu bersifat tertutup dalam kehidupan bermasyarakat pada masa itu. Sehingga pengarang mencoba menggambarkannya dalam tokoh Asri yang berontak akan adat yang digunakan oleh masyarakatnya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut :
“tiap-tiap bangsa mempunyai adat akan menyatakan perasaan hatinya masing-masing dalam pertemuan seperti itu, ada yang dengan perkataan, dengan perbuatan, ada pula yang dengan pandangan dan kerling mata saja. Orang Eropa misalnya, lain dari pada perkataan yang riang dan jabat tangan, kesukaannya berjumpa itu dinyatakan dengan peluk dan cium jua.”
 (halaman 27)

2.2 Konflik Adat Minang Yang Dituangkan Dalam Novel
Asnah sadar betul akan kedudukanya dalam rumah gedang itu, perasaan cintanya pada Asri masih saja dipendamnya tanpa ada seorangpun yang tahu, hal tersebut karena Asnah tahu betul akan adat yang di pegangnya itu dengan teguh, apalagi adat yang mengatur tentang perkawinan di masyarakat minang. Dalam masyarakat minang, seseorang yang hendak menikah diharuskan untuk melihat dulu silsilah keluarga calon yang akan dinikahi nya. Karena adanya adat yang melarang orang-orang yang sesuku dinamakan badunsanak atau sakaum. Pada masa dahulu mulanya antara orang yang sesuku tidak boleh kawin walaupun dari satu nagari, dari satu luhak ke luhak.
Dalam novel ini kita bisa melihat bagaimana adat minang sangat melarang masyarakatnya untuk menikahi seseorang yang masih sesuku atau sakaum, berdasarkan garis keturunan di Minangkabau ditentukan menurut garis ibu, maka suku serumpun disini dimaksudkan “serumpun menurut garis ibu”. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut :
“sukunya melarang keras mereka itu jadi laki istri. Asri dan Asnah tetap sesuku, sekaum, meskipun perkauman itu sudah terlalu jauh, sudah berantara beberapa keturunan” (halaman 50)
Dalam novel ini menggambarkan masyarakat minang yang mempunyai kebudayaan “kawin muda” pada jamannya itu, karena merasa malu bila dianggap tidak laku dan sering kita dengar istilah “bujang lapuk” untuk kaum laki-laki dan “perawan tua” untuk kaum perempuan yang belum juga menikah padahal menurut adat sudah cukup umur untuk menikah. Namun dewasanya istilah ”kawin muda” ini mulai ditinggalkan oleh masyarakatnya karena masyarakat sekarang berpikiran umur semuda itu belum mempunyai penghasilan sendiri dan masih bergantung kepada pemberian orang tuanya.  Kita dapat melihatnya melalui tokoh Asri yang belum juga menikah walaupun usianya pada saat itu telah dibilang cukup umur dalam adat minang. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini :
“padahal sesungguhnya, secara adat negeri kita sudah lama hendak engkau bertunangan―bukan, melainkan berbini. Amat malu seorang ibu jika anaknya, baik laki-laki baikpun perempuan, telah berumur 15 tahun lebih belum jua kawin. Sebagai tak berbangsa dan tak laku! Tidak ada yang setua ini―sudah berumur 19 tahun―masih bujang. (halaman 39)
Karena adanya adat yang melarang untuk tidak menikah dengan sesuku, Asri pun menentukan pilihan nya pada wanita lain yang berasal dari keluarga bangsawan di rumah berukir. Wanita itu adalah Saniah. Meskipun mereka dalam suatu wilayah minangkabau, namun perbedaan adat yang digunakan oleh Asri dan Saniah sangat terlihat jelas. Hal tersebut dapat kita lihat dari kutipan berikut :
“disana perempuan ‘bangsawan’ itu akan dapat merasai kehormatannya, seberapa suka hatinya, kalau Saniah sudah pindah kerumah gedang ini, niscaya ia akan bersuka cita, sebab disini ia tak usah lagi memakai adat kepongahan itu. Sekarang Kaharudin sudah mulai membuang adat itu, yakni semenjak ia tidak dalam penjagaan bundanya lagi. Ia sudah berjinak-jinakan dengan sesama manusia.”(halaman 45)
Apalah arti sebuah hubungan tanpa ada perasaan cinta, hal ini dapat di rasakan saat seseorang mengalami perjodohan oleh kedua orang tuanya, seperti halnya masyarakat minang yang biasa menjodohkan putra-putrinya dengan sekehendak hatinya. Jika dilihat dari kenyataan sekarang ini, perjodohan semacam ini sudah jarang bahkan tidak ditemui lagi, karena orang tua memberikan kebebasan lebih kepada anaknya untuk memilih sendiri calon pendamping hidupnya itu, yang terpenting bagi orang tua jaman sekarang itu adalah asal usul calonnya itu jelas. Novel ini menggambarkan hal perjodohan tersebut Seperti halnya pernikahan Asri dan Saniah yang tidak dilandasi dengan perasaan cinta sebelumnya. Hal ini dapat kita lihat dari kutipan berikut :
“bukan seperti peristiwa yang di adakan oleh kebanyakan orang di negeri kita. Pekerjaan itu dilakukan oleh orang tua kedua pihak saja, dengan tidak mengindahkan perasaan kedua makhluk yang akan diperhubungkan itu. Perbuatan semacam itu tidak baik, terlalu keras…dan berbahaya! Betul cinta itu boleh timbul atau datang kemudian, yaitu jika si laki dan si bini bercampur, tetapi alangkah sukarnya jika mereka itu tidak berkenalan sedikit juga lebih dahulu.” (halaman 57)
Hidup memang merupakan sebuah pilihan. Namun saat kita salah menentukan pilihan, kita harus menerima konsekuensinya, bersifat bijak adalah hal yang harus kita pahami dalam menetukan pilihan dan penyesalan tiadalah arti bila semua telah terjadi, sama halnya dengan Bu Mariati yang telah salah pilih menantu, yang pada saat itu seorang ibu lah yang menentukan pilihan calon istri untuk anaknya, dengan cara perjodohan. akibat kesalahan itu Asri dan Asnah lah yang menanggung akibatnya dari adat perjodohan itu. Dan penyesalan Bu Mariati dapat kita lihat dari kutipan berikut :
“Asri seharusnya aku tidak boleh memaksa engkau kawin―aku harus memberi kesempatan kepadamu―supaya engkau dapat memilih dengan hemat dan cermat.” (halaman 161)

Ada kalanya kita harus menolak adat yang terlalu keras, dan mencoba mencari jalan keluar dengan berpikir panjang dan berhati-hati, sehingga kita dapat berlaku bijaksana dalam mengambil keputusan. 








Daftar Pustaka
Iskandar, Nur. St. 2006. Salah pilih. Jakarta : Balai Pustaka.
Faruk. 2003. Pengantar sosiologi dari strukturalisme genetik sampai post- modernism. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.
http://palantaminang.wordpress.com (pada selasa, 04 januari 2011 19.30 wib)
http://minang.wikia.com/wiki/Adat (pada selasa, 04 januari 2011 20.30 wib)
Jurnal Litera, Edisi 4, 2009.                      
http://minang.wikia.com/wiki/Adat (pada selasa, 04 januari 2011 19.45 wib)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar