Desma Yuliadi Saputra
2222100681
3A Apresiasi Prosa Fiksi
Apresiasi dan perbandingan
Cerpen Clara dan Cerpen Aku Ingin Menjadi Clara
Seno Gumira
Ajidarma
Sudah beberapa minggu ini saya sedang belajar menulis
sebuah cerpen, saya mencoba untuk mengirimnya ke beberapa situs internet yang
mengadakan sayembara penulisan cerpen, tapi belum ada hasil yang memuaskan
karena terkadang saya merasa sulit untuk menuangkan isi pikiran ke dalam
kata-kata, tapi melihat Cerpen Seno yang berjudul Clara, dia begitu bebas untuk
mengekspresikan kejadian di era reformasi. Sungguh sebuah penulis yang memang
kreatif. Berkat cerpen ini saya menjadi semangat kembali untuk menulis cerpen
karena saya mendapat inspirasi untuk menulis seperti apa yang di lakukan Seno.
Menulis dari apa yang kita lihat di sekitar kita.
Membaca cerpen Clara karya Seno Gumira Ajidarma
seperti sedang membaca ulang peristiwa kericuhan besar-besaran yang terjadi
pada masa pemerintahan Soeharto, waktu itu saya pernah membaca surat kabar
bekas yang menceritakan tentang pemerkosaan, penjarahan dan pembunuhan terhadap
orang Cina yang sedang berada di Indonesia. Waktu itu umur saya belum cukup untuk
mengerti tentang masalah itu, jadi saya hiraukan saja dan tak ingin ambil
pusing. Tetapi sekarang saya baru sadar ketika membaca novel ini, begitu sangat
kejamnya perbedaan di Indonesia kala itu. Clara yang diperkosa ramai-ramai
hanya karena dia orang Cina. Cerpen ini cukup membuat saya merasa penasaran
dalam setiap membaca paragrafnya karena dalam cerpen ini Clara menjadi seorang
korban yang sedang dimintai keterangan oleh wartawan yang juga akhirnya malah
memperkosanya juga. Pantas saja di awal cerita Seno menuliskan “barangkali aku
seorang anjing. Barangkali aku seorang babi” untuk tokoh ‘Aku’ yang sedang
mengintrogasi Clara.
Andai saja cerpen ini bermetamorfosis menjadi sebuah
novel pasti akan sangat menarik karena dari alurnya begitu membuat pembaca
penasaran, seperti nasib Clara selanjutnya, saya tidak tahu keadaan dia seperti
apa, apa yang dilakukan oleh orang itu terhadapnya ketika Clara disuruh untuk
tidur di bangku panjang dan bodohnya lagi, kenapa saya jadi memikirkan nasib
Clara yang justru hanya sebuah tokoh fiktif, untung saja pacar saya tidak bisa
membaca pikiran saya yang sempat memikirkan wanita lain, Clara. Sebenarnya saya
merasa iba dengan Clara yang diperkosa tapi timbul juga pertanyaan, mengapa dia
diperkosa hanya karena dia keturunan Cina? Karena dalam cerpen ini, saya
melihat Seno seperti sedang menunjukkan kebencian Indonesia terhadap keturunan
Cina.
Cerpen Clara ini memang memberika efek yang beragam
terhadap pembaca, ada yang bertanya-tanya tentang nasib Clara, keadaan dia
sekarang seperti pertanyaan yang ada dalam pikiranku saat membaca cerpen ini.
Dan ada juga orang yang malah terinspirasi dari Cerpen Clara ini. Sungguh
merasa geli rasanya saat saya membaca cerpen yang berjudul “Aku Ingin Menjadi
Clara”. Saat membaca judulnya saja sudah timbul pertanyaan, mana ada orang yang ingin diperkosa seperti
Clara, jika ada? Sungguh gila wanita itu. Cerpen “Aku Ingin Menjadi Clara”
lebih menarik dibandingkan dengan cerpen yang menjadi inspirasinya itu, karena
alurnya tak bisa saya tebak. Sekain dari itu, penulis begitu piawai dalam
mengembangkan ceritanya dan sangat menarik perhatian saya untuk membacanya berulang-ulang.
Saya merasa sangat kasihan terhadap lelaki yang
menjadi pacarnya karena wanitanya malah ingin diperkosa seperti Clara, hancur
rasanya bila lelaki itu adalah saya. Terlintas dibenak saya untuk tidak
memberikan cerpen Clara kepada pacar saya karena saya takut nantinya dia malah
ingin menjadi Clara, semoga saja tidak sampai demikian, apalagi diakhir cerita
cerpen ini yang diperkosa malah lelakinya oleh beberapa lelaki homoseksual.
Saya ngeri membayangkannya jika itu benar-benar terjadi. Awalnya saya mengira
bahwa wanita itu akan sampai pada tujuannya untuk diperkosa karena saya “mana
ada kucing yang menolak saat diberikan
ikan” tapi ceritanya memang tak bisa ditebak dan malah lelaki itu yang
diperkosa ramai-ramai dan seakan lelaki itulah yang menjadi Clara sesungguhnya.
Sebenarnya pemerkosaan itu tidak perlu diminta, tapi sebuah tindakan yang
dilakukan secara tiba-tiba, jadi yang dilakukan oleh wanita yang ingin menjadi
tokoh Clara itu sebuah tindakan sia-sia,dan itu sebuah suka rela untuk digauli bukan
lagi pemerkosaan.
Suatu ketika saya pernah berdiskusi dengan teman-teman
saya untuk membahas kedua cerpen yang ditugaskan oleh dosen prosa fiksi. Di
akun Facebook Prosa Fiksi malah ada yang menulis ingin menjadi pemerkosa Clara,
dan terkesan lucu juga karena pembahasannya malah berbau mesum. Kejadian itu
malah menjadi sebuah candaan kami saat menghisap rokok dan meneguk kopi ketika
berada di kantin. Sungguh efek yang beragam dari dua buah cerpen. Menurut saya,
penulis sudah berhasil mempengaruhi pembaca dengan karyanya karena begitu
banyak efek yang terjadi setelah membaca kedua
cerpen ini. Hanya saja saya merasa risih jika saya bernasib seperti
lelaki yang malah diperkosa saat mencari kekasihnya yang meminta diperkosa. Cerita dalam cerpen ini
sangat ‘gila’ dan benar-benar ‘gila’ dengan sedikit kata-kata fulgar yang
membuat pembaca jadi berhalusinasi saat membaca adegan pemerkosaan itu.
Setiap kali saya sedang berada di kantin, teman saya
langsung menghamiri saya dengan tersenyum geli dan bertanya “ sudah ketemu
dengan Clara?” saya tertawa terbahak-bahak jika mendengar kata itu karena orang
yang berminat menjadi pemerkosa itu adalah teman saya, bukan saya. Terkadang
kami pun menggoda beberapa mahasiswa baru dengan memanggilnya Clara bahkan
sempat menyakan “kamu Clara ya?” dan itu pun membuat kami menyambung tawa kami
dan orang yang kami tanya itu memang orang yang tidak tahu Clara itu siapa dan
mungkin tidak tahu apa yang sedang kami pikirkan saat itu.
Saya sangat tertarik dengan tokoh wanita yang ada di
dalam cerpen “aku ingin menjadi Clara” karena begitu terobsesinya dia untuk
menjadi seorang Clara yang diperkosa oleh beberapa orang yang tidak dikenalnya,
mengapa dia ingin diperkosa dan merelakan tubuhnya digerayangi dan dinikmati
oleh beberapa lelaki bahkan dia menawarkan diri untuk diperkosa. Entahlah, saya
tidak dapat merasakan atau sekedar membayangkan kenikmatan mengapa seorang
wanita yang ingin diperkosa karena saya lelaki dan benar-benar lelaki yang
menyukai wanita bukan seperti gerombolan lelaki yang menganggapnya sejati
karena mereka menyukai sesama lelaki. Sempat ingin menanyakannya hal itu kepada
beberapa wanita yang saya kenal tapi saya urungkan niat itu karena saya takut
pertanyaan itu malah menyinggungnya dan yang ada saya kena “bogem mentah” dari
orang itu yang sudah merasa tersinggung oleh pertanyaan saya itu.
Saya masih tidak mengerti mengapa ada orang yang ingin
menjadi Clara, apa mungkin ada sesuatu kenikmatan saat diperkosa? Atau mungkin
wanita itu mengalami gangguan jiwa? Entahlah, hanya penulis dan tuhan yang tahu
mengapa demikian. Sekiranya saya pernah membayangkan setiap kejadian dari
cerpen ini saya merasa ada dalam kejadian itu, dan malah ber menjadi
pemerkosanya. Astagfirullah, gara-gara cerpen ini saya jadi gila karena terlalu
mendalami isi ceritanya dan mencoba mencari pertanyaan-pertanyaan yang ada
dalam benak saya setelah membaca kedua cerpen ini.
Kedua cerpen ini secara garis saling berhubungan dari
alur ceritanya, karena sama-sama menceritakan tentang pemerkosaan. Hanya saja
yang membedakannya itu, wanita dalam Cerpen Clara itu menjadi korban dan dalam
cerpen yang satunya lagi itu malah ingin menjadi korban pemerkosaan. Saya tidak
habis pikir dengan wanita itu. Jujur saja, kedua cerpen ini menjadi bahan
diskusi saya bersama teman-teman dikampus, saya meluangkan waktu untuk membahas
cerpen ini di kantin PKM dan memang menarik untuk didiskusikan karena bagi saya
sendiri, kedua cerpen ini telah membuka pemikiran kita untuk mengingat kembali
tragedi 1998 dan dampak yang ditimbulkan oleh kejadian itu, selain memakan
banyak korban yang berjatuhan sesama mahasiswa dan juga dampak yang masih
terasa sampai saat ini adalah krisis moneter yang berkepanjangan. Namun,
mengapa yang diceritakan itu hanya tentang pemerkosaannya saja? Mungkinkah hal
ini yang lebih menarik dari peristiwa itu? Tapi, memang ini menarik untuk saya,
pikiran menjadi sedikit segar dengan setiap adegan-adegan yang ditulis oleh
Seno.
Ada hal yang sebenarnya masih mengganjal dalam
pemikiran saya setelah membaca cerpen “Aku Ingin Menjadi Clara”. Cerpen
tersebut karya Seno ataukah karya orang lain yang memang hanya terinspirasi
oleh cerpen Clara, karena Cerpen tersebut tidak dituliskan nama pengarangnya.
Apa mungkin cerpen ini hanya merupakan hasil ketik ulang dari buku aslinya
karena yang saya terima itu sudah berupa beberapa lembar foto copyannya saja.
Terkadang inilah yang membuat saya merasa sedikit kaku untuk
mengapresiasikannya saat melihat dari sisi pengarangnya.
Sempat terpikirkan oleh saya, jika saja pacar saya
melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh wanita itu dalam cerpen
“Aku Ingin Menjadi Clara”, sungguh sangat menderitanya hati saya karena
kekasihku ingin diperkosa orang lain sedangkan saya sendiri menjaga
kehormatannya dengan baik seperti apa yang dilakukan oleh lelaki yang menjadi
tunangannya dalam cerpen ini. Semoga saja tidak ada wanita bodoh yang seperti
itu didunia nyata, hal itu menjadi kebobrokan moral yang dapat merusak generasi
muda bangsa ini. Dan mana mungkin ada lelaki yang rela pacarnya diperkosa oleh
orang lain, apalagi jika dilakukan oleh beberapa lelaki, saya rasa tak ada
lelaki yang akan rela dan sama halnya dengan saya pribadi yang ingin mempunyai
istri yang masih suci dan tak tersentuh oleh lelaki lain.
Ketika saya sedang berada di Gedung Kesenian Jakarta
(GKJ) untuk menghadiri pementasan sastra dalam acara Jilfest ke-2 yang diadakan
oleh Dinas Kesenian dan Pariwisata saya sangat berharap dapat bertemu langsung
dengan Seno untuk sekedar membahas cerpen ini bersama dengan penulisnya
langsung namun beliau tidak ada disana, sedikit kecewa sebenarnya karena yang
saya temui di sana hanya beberapa penyair dari luar dan dalam negeri
seperti, Abdul Karim Ibrahim, Ahmad
Subahrudin alwi (Cirebon), Sutarji Calzum Bahri dan beberapa penyair lainnya
yang sempat mengobrol dan foto bareng saat berada disana. Jika saja Seno berada
di sana, saya ingin meminta tanda tangannya karena saya sengaja membawa
kumpulan cerpen “Sebuah Pertanyaan tentang Cinta” untuk di tanda tangani oleh
penulisnya langsung dan saya ingin sekali menanyakan beberapa hal tentang
cerpennya yang memang menarik perhatian saya yang memang menjadi inspirasi saya
untuk menulis cerpen kembali.
Saya jadi teringat teman saya yang malah ingin menjadi
pemerkosa jika ada yang menawarkan diri untuk diperkosa seperti wanita yang ada
dalam cerpen. Mungkin hanya bercanda atau apalah dan yang pasti, itu salah satu
dampak setelah membaca cerpen itu. Cerpen yang benar-benar mengganggu pemikiran
saya dan beberapa teman saya yang malah menjadi gila karena cerpen ini dengan
membicarakan hal-hal yang diluar kewarasan kami. Saya terasa terhipnotis oleh
cerpen ini karena beberapa kali memikirkan jika kisahnya terjadi kehidupan
nyata dan pelakunya adalah orang yang saya kenal. Saya tak bisa membayangkannya
dan tak ingin membayangkannya karena terlalu miris dan keji untuk dirasakan.
Saya baru sadar kalau karya sastra bisa berdampat
sedemikian besar terhadap kehidupan pembaca sehari-hari yang memang mendalami
isi cerita tersebut. Bagaimana bisa tercipta cerpen baru yang memang
menggambarkan kejadian secara garis besarnya dari cerpen yang sebelumnya.
Bukankah itu sebuah pengaruh yang baik bukan? Namun selain dari dampak atau
pengaruh yang baik, patilah ada pengaruh yang jelek juga terhadap keseharian
kita setelah membaca cerpen itu karena sesungguhnya semua yang ada dalam
kehidupan ini serupa dengan dua mata koin yang mempunyai sisi berbeda dan kita
seolah ada di tengah-tengah bagian itu yang suatu saat akan lebih condong
kesalah satu mata koin itu dan semua itu bergantung pada diri kita sendiri.
Secara keseluruhan, kedua cerpen ini memang sangat
bagus untuk dibaca dan ditelaah lebih dalam dari segi sejarah seperti pada
cerpen Clara dan dari segi psikologi untuk cerpen “aku ingin jadi Clara”.
Paragraf demi paragraf memang sangat menarik untuk diselami lebih jauh meski
pada saat pertama kali membaca ada beberapa bagian yang membuat saya terhenti
untuk membacanya karena kurang paham akan kata-kata yang ditulisnya, namun saat
saya membacanya untuk kedua kalinya, barulah bagian-bagian yang saya tidak
mengerti itu menjadi sedikit dicerna oleh pemikiran saya sehingga saya merasa
bagian dari cerpen itu sudah lengkap untuk dituangkan kembali dalam tulisan
dengan pemikiran saya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar