Desma Yuliadi Saputra
2222100681
3A Apresiasi Prosa Fiksi
LASKAR PELANGI
Andrea Hirata
Sebuah
karya mega best seller lahir dari
tangan Andrea Hirata, Laskar Pelangi novel pertama dari Novel tetralogi yang sudah mengalami cetak ulang sampai dua puluh enam kali dalam waktu tiga
tahun merupakan sebuah kesuksesan seorang penulis dalam membuat sebuah karya,
wajar saja novel ini begitu laris dipasaran karena novel ini merupakan sebuah
karya ‘agung’ dari seorang kelahiran Belitong.
Novel Laskar Pelangi merupakan sebuah novel yang sungguh luar biasa bagi
saya, meski telah beberapa kali membacanya (sebelum saya ditugaskan untuk
mengapresiasinya oleh dosen yang bersangkutan), saya tidak pernah merasa bosan
untuk menikmati setiap lembar cerita dalam novel ini meski jumlah halamannya
yang cukup banyak karena setiap kali saya membaca ulang novel ini, saya banyak
menemukan hal baru yang menarik untuk terus melanjutkan bacaan saya.
Saya
merasa takjub dengan novel ini, sebuah mega karya yang
penuh pesona dimata para pembaca, apalagi saat cerita ini diadopsi menjadi
sebuah film yang akhirnya menadapatkan penghargaan juga. Melihat dari isi cerita, novel ini sangat
inspiratif sekali karena bisa membangkit semangat seseorang yang sedang dilanda
kesulitan untuk mendapatkan pendidikan. Jika saja semua bisa memaknai kisah
dalam ini, mungkin saat ini semangat kita sedang berkobar-kobar untuk berlomba
menjadi yang terbaik demi mengejar impian kita. Seperti halnya Ikal dan
teman-temannya, meski bersekolah di tempat yang menurut saya tidak layak untuk
dijadika sebuah tempat pembelajaran bahkan lebih tepatnya seperti kandang sapi
yang mempunyai atap bocor ketika sedang hujan, tetapi mereka tetap saja tidak
ingin kalah dari murid sekolah lain yang sudah menggunakan media pembelajaran
yang modern. Hal ini harusnya ditiru oleh kita semua, khususnya untuk para
muda-mudi Banten yang terkesan menganggap pendidikan itu penting tak penting
bagi hidup mereka bahkan kesulitan ekonomi dijadikan alasan utama bagi mereka
untuk tidak bersekolah dan lebih ingin menghabiskan waktunya untuk bermain
dijalanan. Maka wajar saja jika Indonesia beberapa tahun kedepan akan
kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas, khususnya di Banten ini.
Saya merasa terharu ketika SD Muhammadiyah kekurangan satu orang murid
agar tetap beropreasi karena sangat disayangkan jika sekolah Islam tertua di
Belitong harus ditutup. Tetapi Harun seorang yang mempunyai keterbelakangan
mental datang menjadi penyelamat sekolah itu, sungguh cerita yang mengharukan
untuk sebuah perjuangan demi mendapatkan pendidikan. Jujur saja saya merasa
sangat tesentuh oleh perjuangan mereka, mungkin sisi sensitif saya yang membuat
saya sedikit mengeluarkan butiran-butiran lembut dari mata saya.
Jika kita melihat kesulitan yang
dialami oleh mereka dalam novel ini, seharusnya kita lebih bersyukur karena
keadaan kita tak separah keadaan mereka
yang harus menunggu buaya pergi ke kolam agar kita bisa melewati jalan. Dari
fenomena ini saya menjadi merasa malu pada diri saya sendiri, karena pernah
beberapa kali bolos sekolah karena alasan hujan, tidak diberi jajan, malas
untuk sekolah dan masih ada ribuan alasan yang membuat saya tetap di rumah dan
tidak pergi untuk mengeyam pendidikan. Dalam novel ini Lintang telah
menyadarkan saya tentang pentingnya pendidikan, pentingnya belajar dan
pentingnya mempunyai impian sebagai tujuan hidup. Awalnya saya pernah berfikir
bahwa pendidikan di Sekolah hanya sebuah formalitas untuk mendapatkan
pekerjaan, ternyata saya salah besar, pendidikan merupakan sebuah kewajiban,
sebuah jembatan dan sebuah amalan. Novel ini telah menuntun saya kembali pada
jalan yang benar untuk masalah pendidikan dan mengubah paradigma saya dalam
menyikapi kesulitan hidup untuk mendapatkan pendidikan tersebut.
Kepiawaian Andrea Hirata dalam membuat sebuah cerita, khususnya Novel
laskar Pelangi ini sangat disambut baik oleh para pembaca, karena ceritanya
yang begitu mengharukan dan menitipkan sebuah pesan untuk para pembacanya,
termasuk saya pribadi. Saya selalu merasa bahwa saya adalah orang yang malang
dalam proses mengenyam pendidikan, merasa paling susah untuk menggapai mimpi
karena keadaan, tetapi karena novel ini, hal itu dapat saya singkirkan agar
selalu memupuk mimpi saya dengan semangat dan kesungguhan untuk menjadikan
mimpi itu sebuah kenyataan. Ikal dalam cerita ini sangat memberikan saya
motivasi untuk terus melanjutkan pendidikan meski keadaan tidak memungkinkan.
Saya pernah berfikir begini “Ikal saja yang anak Buruh bisa ke Prancis, kenapa
saya tidak?” mungkin terkesan sombong, tapi itu hanya sebuah motivasi
tersendiri bagi saya.
Suatu ketika saya pernah merasa “dibodohi” oleh novel ini, kenapa dalam
novel ini banyak menggunakan istilah asing yang sulit dimengerti sehingga
membuat saya harus membuka KBBI terlebih dahulu, tapi setelah ceritanya hampir
selesai dilembar- lembar terakhir, saya menemukan istilah-istilah tersebut di
bagian Glosarium yang sudah jelas-jelas memberikan pengertian dari
istilah-istilah yang digunakan dalam novel ini, lantas mengapa saya harus
membuka kamus kalau begitu? Selain itu untuk mendapatkan novel ini penuh dengan
perjuangan yang lebih, karena harus mundar-mandir menanyakan buku ini sudah
datang atau belum, ditambah lagi harus berebut dengan teman yang juga memesan
buku namun buku itu tinggal satu.
Saya sangat kagum dengan Andrea Hirata, Penulis yang sangat luar biasa
dalam membuat cerita yang merupakan sebuah cerminan dari kehidupan nyata dari
tanah kelahirannya, sedangkan tak banyak orang yang dapat membuat cerita
seindah ini, apalagi cerita yang memuat sebuah petualangan beberapa anak yang
mempunyai sebuah mimpi, harapan dan angan-angan untuk terus maju dengan terus
bersekolah dan tidak menghiraukan seberapa jauhnya jarak menuju ke sekolah,
seberapa sulitnya rintangan yang dihadapinya tapi itu tidak menyurutkan
semangat meraka untuk berada di sekolah untuk mendapatkan pembelajaran dari
guru yang juga begitu semangat untuk mengajar mereka dengan harapan mereka bisa
menggapai mimpi-mimpi mereka, sungguh luar biasa. Cerita yang begitu
mengharukan dan juga menjadi sebuah pembelajaran bagi saya sebagai pemuda
penerus bangsa dan calon guru nantinya.
Bagi saya sosok Ikal dalam cerita adalah teman khayalan saya, bagaimana
cara Ikal mewujudkan mimpinya dengan segala keterbatasannya merupakan sebuah
contoh yang patut saya tiru, bukan berarti saya harus mengikuti apa yang
dilakukannya tetapi saya harus mewujudkan mimpi saya sendiri dengan cara dan
usaha saya sendiri karena jelas kami berbeda latar belakang keluarga dan
budaya. Jika suatu ketika saya merasa tak bersemangat dan merasa tak mungkin
untuk mewujudkan mimpi saya, maka saya akan mengingat perjuangan Ikal dan Lintang
dalam menjalani hidup dan setelah itu saya akan merasa lebih baik. Itulah
alasan yang membuat saya menganggap Ikal sebagai teman khayalan dikala saya
sedang merasa sendirian.
Novel ini sebenarnya menyimpan
banyak pertanyaan untuk diri saya pribadi dengan tokoh-tokoh yang ada dalam
cerita ini, sehingga saya bertanya-tanya dalam hati, apa mungkin ini semua
merupakan sebuah kenyataan atau hanya sebuah fiksi yang memang diwajarkan dalam
penulisan sebuah karya karya. Suatu ketika saya membaca novel ini, kira-kira
untuk yang ketiga kalinya, saya menemukan sebuah keganjilan pada sosok Lintang
yang begitu cerdas dalam alur cerita ini, mengapa demikian? Kita bisa
membayangkan sendiri keadaan Lintang yang serba memiliki keterbatasan namun ia
bisa mengetahui pengaetahuan umum yang tidak ia dapatkan di sekolahnya, hal ini
yang kurang jelas dalam sosok Lintang dan mungkin menjadi sebuah pertanyaan
terpendam saya untuk menanyakannya langsung kepada penulisnya dan mengapa
Andrea Hirata menuliskan beberapa kata asing (bahasa latin) dalam menggambarkan
sebuah peristiwa atau sebuah perumpamaan untuk sifat tokoh, itu semua membuat
saya merasa mual dengan istilah-istilah asing tersebut, sehingga saya merasa
dibodohi seperti yang telah saya jelas tadi. Andai saja saya diberi kesempatan
untuk bertemu dengan Penulis novel ini, saya akan menanyakan beberapa
pertanyaan untuknya dan beribu sanjungan untuk novel ini.
Andrea Hirata menulis
novel ini dengan gaya bahasa yang tinggi selain menggunakan istilah asing, dia
juga menggunakan perumpamaan-perumpamaan yang jarang digunakan oleh penulis
lain dalam menulis sebuah cerita, hal ini memang sangat menarik sekaligus
membuat geli bagi para pembaca yang kurang pandai mengartikan istilah asing
yang digunakan. Ini semua membuat sebuah dilema bagi saya karena saya sendiri
tidak begitu tahu istilah-istilah tersebut, “sungguh novel yang luar biasa”
inilah yang ada dalam pikiran saya. Jika saja novel ini menggunakan bahasa yang
sederhana, ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama novel ini tak jadi Best Seller dan yang kedua Novel ini
akan cepat diselesaikan oleh pembaca karena tidak perlu lagi berhenti membaca
untuk memikirkan istilah-istilah asing dalam novel ini.
Ada sebuah kelucuan
dalam novel ini yang membuat saya tertawa sendiri, yaitu ketika Ikal sedang
jatuh cinta saat mengambil kapur tulis di sebuah toko yang menjadi toko
langganannya untuk berhutang kapur tulis untuk sekolahnya. Ikal terlihat culun
dalam cerita ini karena dengan melihat kuku seorang gadis saja dia sudah merasa
berbunga-bunga dan jatuh cinta, bukankah itu sebuah hal yang konyol. Mana
mungkin kuku seorang gadis dapat membuat Ikal jatuh cinta dan hatinya
berbunga-bunga? Cerita yang sangat menggelitik untuk saya, bahkan hal itu
terlihat jelas saat saya melihat filmnya langsung. Banyak hal-hal menarik yang
sebenranya tersimpan dalam novel ini dan takmungin jika saya sebutkan satu
persatu.
Lembar demi lembar saya membaca novel, tapi seperti baru pertama kali
membaca novel ini karena saya menemukan hal yang baru dari bacaan tersebut,
mungkin inilah yanng dinamakan sastra. Mungkin juga karena novel ini telah
menghipnotis saya sehingga tak pernah bosan membaca kisahnya. Ketika saya
membaca beberapa novel karya Andrea Hirata, sekan tak pernah lepas dari unsur
percintaan remaja, termasuk juga dalam novel ini. Coba kita membayangkan jika
Ikal tidak menerima sebuah kotak bergambarkan menara Eifel dari pujaan hatinya,
mungkin Ikal tidak pernah berpikir untuk pergi ke Prancis dan dari segi
percintaanlah yang membuat Ikal begitu semangat. Laskar Pelangi, novel
inspiratif, melankolis dan penuh cinta. Itulah yang terlintas dalam pikiran
saya ketika membaca novel ini.
Andai kata saya dipertemukan dengan Andrea Hirata, saya akan mencoba
berbincang tentang novel ini dan ingin sekali berkunjung ke Belitong bersamanya,
terutama SD Muhammadiyah Belitong, sekolah Islam pertama yang ada di Belitong. Sebuah
tempat yang menjadi latar dari cerita ini dibuat. Mungkin itu hanya khayalan
belaka, tapi saya ingat semangat Ikal teman khayalan saya yang tak pernah
meredupkan api semangatnya, merubah yang tak mungkin menjadi mungkin karena
usahanya. Meski mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari lingkungannya, Ikal
tetap sabar dan tak mempedulikannya.
Saya tidak pernah membayangkan bagaimana jadinya saya jika berada di
Belitong dengan kondisi ekonomi yang begitu memprihatinkan seperti kebanyakan
orang melayu di sana dan harus bersekolah di tempat yang lebih mirip dengan
kandang ternak ini, dengan dinding papan, berlantaikan tanah dan beratap rusak.
Jelas saya tidak mau berada di tempat itu, lain halnya dengan Ikal, Lintang dan
teman-temannya. Semua itu menjadi nikmat bagi mereka. Berbicara tentang
Belitong, saya menjadi penasaran akan tempat itu, menikmati keindahan-keindahan
yang dilukiskan oleh penulis dalam sebuah cerita dengan metafor-metafor yang
memperindah tempat itu, semoga keindahan tempat tersebut bukanlah sebuah
rekayasa dalam sebuah cerita.
Saya berpendapat kalau novel ini cocok dijadikan referensi untuk
pembelajaran di sekolah guna menumbuhkan semangat para peserta didiknya, karena
isi dari cerita ini dapat memotivasi banyak orang untuk tetap melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tanpa terbebani oleh keadaan yang tidak
memungkinkan untuk melanjutkan pendidikan. Acungan dua jempol untuk novel ini,
berkat novel ini, pembaca akan merasa tergugah hatinya bahkan dapat memberikan
motivasi untuk para orang tua untuk tetap menyekolahkan anaknya dan
mengutamakan pendidikan dari segalanya.
Novel ini sebenarnya telah menghipnotis saya untuk terus bermimpi, terus
berangan dan bersemangat untuk melanjutkan pendidikan. Berkat sosok kedua guru
dalam novel ini yang penuh dengan dedikasi tinggi dalam memberikan pengajaran
yang hanya dibayar dengan beres beberapa kilo gram saja. Sangat jarang
menemukan sosok guru seperti mereka dalam kehidupan nyata, hal ini memang wajar
jika melihat keadaan negara kita yang sedang dilanda krisis sehingga menjadikan
semua bidang sebagai lahan pengeruk keuntungan, maka sudah tidak ada guru yang
mau mengajar tanpa mendapatkan bayaran seperti itu. Tapi dedikasi seperti kedua
sosok itu perlu saya tiru saat menjadi guru nantinya, bukan dalam hal tidak
mendapatkan bayaran tapi dari segi kesabaran dalam menghadapi murid-murid yang
sedang memang terlihat bandel dan masih suka bermain.
Pernah saya membandingkan cerita dalam novel Laskar Pelangi dengan
Filmnya, saya menemukan beberapa perbedaan dalam isi cerita dan penggambaran
tokohnya. Cerita dalam novel ini lebih menyentuh dibandingkan dengan cerita
yang diFilmkan, ceritanya lebih menyentuh dan mengharukan ketika saya membaca
novel daripada menonton filmnya, mungkin ada daya tarik tersendiri dari
kata-kata yang tulis oleh Andrea Hirata. Kata-kata yang menyentuh dengan
beberapa majas hiperbola yang digunakan membuat cerita dalam novel ini tidak
terkesan bosan untuk dibaca meski mempunyai ketebalan halaman yang cukup
lumayan untuk sebuah novel tetralogi. Hanya saja dalam segi humoris mungkin
lebih asik jika menyaksikannya cerita ini melalui media audio visual (televisi).
Saya jadi teringat ketika salah satu temannya yang dipanggil “samson” ingin
merubah Ikal menjadi seorang lelaki idaman kaum hawa dengan merubah badan Ikal
menjadi terlihat macho dengan menggunakan batok kelapa, tetapi dalam novelnya
malah menggunakan bola tenis, entah mengapa menjadi berbeda seperti itu. Inilah
salah satu pertanyaan dalam novel ini, mengapa tidak mempertahankan keaslian
dari cerita dalam novelnya, sedikit mengecewakan juga sebenarnya untuk saya
pribadi.
Perbedaan peristiwa antara novel dan Film Laskar Pelangi membuat saya
bingung. Tidak sedikit perbedaan yang terlihat dalam certia yang berbeda media
ini, apalagi tugas saya hanya mengapresiasi novelnya saja. pemikiran saya
terkontaminasi oleh isi cerita dalam film ini, seakan membuat saya ‘tersesat’
dalam mengapresiasi novel ini. Sungguh disayangkan perbedaan ini berakibat
buruk bagi saya dan teman-teman seperjuangan dalam mengapresiasi prosa fiksi
ini. Saya sedikit menyesal telah menonton filmnya, sebelum menyelesai tugas
saya. Membuat pekerjaan saya lebih banyak karena harus membacanya
berulang-ulang dan menghilangkan gambaran tentang isi cerita yang ada dalam
film tersebut.
Secara keseluruhan saya melihat cerita ini merupakan sebuah potret
kehidupan masyarakat Belitong yang kini telah menjadi Provinsi (Bangka
Belitung) yang beranggapan pendidikan
hanyalah membuang waktu dan pada akhirnya akan menjadi kuli di PN timah. Sebuah
pemikiran yang masih primitif bagi saya, kebanyakan orang di sana masih
berpikir dangkal untuk masalah pendidikan, mungkin salah satu alasannya,
masyarakat di sana merupakan masyarakat yang tertinggal dan kurang atau bahkan
tidak terjamah sama sekali oleh pemerintah. Novel ini telah membuka wawasan
kita tentang sebuah daerah tertinggal yang mempunyai beberapa orang yang
berpikiran maju seperti Ikal, Lintang dan teman-temannya. Mungkin kalau saja
Ikal merupakan sosok nyata dari penduduk di sana, Belitong takkan menjadi
daerah yang masih buta akan pendidikan. Bahkan bisa saja menjadikan Belitong
sebuah daerah yang tumbuh dengan pesat setelah menjadi Provinsi.
Penulis dalam novel ini telah membuka mata kita, akan pentingnya sebuah
mimpi dan cita-cita. Apa gunanya hidup seseorang tanpa mimpi? Karena mimpi
adalah awal dari sebuah cita-cita yang harus diwujudkan menjadi sebuah kenyataan.
Menggambarkan bagaimana pentingnya pendidikan untuk masa depan telah dijelaskan
oleh penulis dalam cerita Laskar Pelangi ini. Pendidikan berkualitas Itulah
harus dirasakan oleh semua kalangan untuk meningkat kualitas bangsa dan
menciptakan sumber daya manusia yang dapat menjadi kebanggaan negeri. Inilah
kira-kira pesan yang disampaikan oleh penulis dalam novel ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar