Jumat, 04 November 2011

Laskar Pelangi


Desma Yuliadi Saputra
2222100681
3A Apresiasi Prosa Fiksi

LASKAR PELANGI
Andrea Hirata

Sebuah karya mega best seller lahir dari tangan Andrea Hirata, Laskar Pelangi novel pertama dari Novel tetralogi yang sudah mengalami cetak ulang sampai dua puluh enam kali dalam waktu tiga tahun merupakan sebuah kesuksesan seorang penulis dalam membuat sebuah karya, wajar saja novel ini begitu laris dipasaran karena novel ini merupakan sebuah karya ‘agung’ dari seorang kelahiran Belitong.
Novel Laskar Pelangi merupakan sebuah novel yang sungguh luar biasa bagi saya, meski telah beberapa kali membacanya (sebelum saya ditugaskan untuk mengapresiasinya oleh dosen yang bersangkutan), saya tidak pernah merasa bosan untuk menikmati setiap lembar cerita dalam novel ini meski jumlah halamannya yang cukup banyak karena setiap kali saya membaca ulang novel ini, saya banyak menemukan hal baru yang menarik untuk terus melanjutkan bacaan saya.
Saya merasa takjub dengan novel ini, sebuah mega karya yang penuh pesona dimata para pembaca, apalagi saat cerita ini diadopsi menjadi sebuah film yang akhirnya menadapatkan penghargaan juga.  Melihat dari isi cerita, novel ini sangat inspiratif sekali karena bisa membangkit semangat seseorang yang sedang dilanda kesulitan untuk mendapatkan pendidikan. Jika saja semua bisa memaknai kisah dalam ini, mungkin saat ini semangat kita sedang berkobar-kobar untuk berlomba menjadi yang terbaik demi mengejar impian kita. Seperti halnya Ikal dan teman-temannya, meski bersekolah di tempat yang menurut saya tidak layak untuk dijadika sebuah tempat pembelajaran bahkan lebih tepatnya seperti kandang sapi yang mempunyai atap bocor ketika sedang hujan, tetapi mereka tetap saja tidak ingin kalah dari murid sekolah lain yang sudah menggunakan media pembelajaran yang modern. Hal ini harusnya ditiru oleh kita semua, khususnya untuk para muda-mudi Banten yang terkesan menganggap pendidikan itu penting tak penting bagi hidup mereka bahkan kesulitan ekonomi dijadikan alasan utama bagi mereka untuk tidak bersekolah dan lebih ingin menghabiskan waktunya untuk bermain dijalanan. Maka wajar saja jika Indonesia beberapa tahun kedepan akan kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas, khususnya di Banten ini.

Saya merasa terharu ketika SD Muhammadiyah kekurangan satu orang murid agar tetap beropreasi karena sangat disayangkan jika sekolah Islam tertua di Belitong harus ditutup. Tetapi Harun seorang yang mempunyai keterbelakangan mental datang menjadi penyelamat sekolah itu, sungguh cerita yang mengharukan untuk sebuah perjuangan demi mendapatkan pendidikan. Jujur saja saya merasa sangat tesentuh oleh perjuangan mereka, mungkin sisi sensitif saya yang membuat saya sedikit mengeluarkan butiran-butiran lembut dari mata saya.
Jika kita melihat  kesulitan yang dialami oleh mereka dalam novel ini, seharusnya kita lebih bersyukur karena keadaan kita  tak separah keadaan mereka yang harus menunggu buaya pergi ke kolam agar kita bisa melewati jalan. Dari fenomena ini saya menjadi merasa malu pada diri saya sendiri, karena pernah beberapa kali bolos sekolah karena alasan hujan, tidak diberi jajan, malas untuk sekolah dan masih ada ribuan alasan yang membuat saya tetap di rumah dan tidak pergi untuk mengeyam pendidikan. Dalam novel ini Lintang telah menyadarkan saya tentang pentingnya pendidikan, pentingnya belajar dan pentingnya mempunyai impian sebagai tujuan hidup. Awalnya saya pernah berfikir bahwa pendidikan di Sekolah hanya sebuah formalitas untuk mendapatkan pekerjaan, ternyata saya salah besar, pendidikan merupakan sebuah kewajiban, sebuah jembatan dan sebuah amalan. Novel ini telah menuntun saya kembali pada jalan yang benar untuk masalah pendidikan dan mengubah paradigma saya dalam menyikapi kesulitan hidup untuk mendapatkan pendidikan tersebut.
Kepiawaian Andrea Hirata dalam membuat sebuah cerita, khususnya Novel laskar Pelangi ini sangat disambut baik oleh para pembaca, karena ceritanya yang begitu mengharukan dan menitipkan sebuah pesan untuk para pembacanya, termasuk saya pribadi. Saya selalu merasa bahwa saya adalah orang yang malang dalam proses mengenyam pendidikan, merasa paling susah untuk menggapai mimpi karena keadaan, tetapi karena novel ini, hal itu dapat saya singkirkan agar selalu memupuk mimpi saya dengan semangat dan kesungguhan untuk menjadikan mimpi itu sebuah kenyataan. Ikal dalam cerita ini sangat memberikan saya motivasi untuk terus melanjutkan pendidikan meski keadaan tidak memungkinkan. Saya pernah berfikir begini “Ikal saja yang anak Buruh bisa ke Prancis, kenapa saya tidak?” mungkin terkesan sombong, tapi itu hanya sebuah motivasi tersendiri bagi saya.
Suatu ketika saya pernah merasa “dibodohi” oleh novel ini, kenapa dalam novel ini banyak menggunakan istilah asing yang sulit dimengerti sehingga membuat saya harus membuka KBBI terlebih dahulu, tapi setelah ceritanya hampir selesai dilembar- lembar terakhir, saya menemukan istilah-istilah tersebut di bagian Glosarium yang sudah jelas-jelas memberikan pengertian dari istilah-istilah yang digunakan dalam novel ini, lantas mengapa saya harus membuka kamus kalau begitu? Selain itu untuk mendapatkan novel ini penuh dengan perjuangan yang lebih, karena harus mundar-mandir menanyakan buku ini sudah datang atau belum, ditambah lagi harus berebut dengan teman yang juga memesan buku namun buku itu tinggal satu.
Saya sangat kagum dengan Andrea Hirata, Penulis yang sangat luar biasa dalam membuat cerita yang merupakan sebuah cerminan dari kehidupan nyata dari tanah kelahirannya, sedangkan tak banyak orang yang dapat membuat cerita seindah ini, apalagi cerita yang memuat sebuah petualangan beberapa anak yang mempunyai sebuah mimpi, harapan dan angan-angan untuk terus maju dengan terus bersekolah dan tidak menghiraukan seberapa jauhnya jarak menuju ke sekolah, seberapa sulitnya rintangan yang dihadapinya tapi itu tidak menyurutkan semangat meraka untuk berada di sekolah untuk mendapatkan pembelajaran dari guru yang juga begitu semangat untuk mengajar mereka dengan harapan mereka bisa menggapai mimpi-mimpi mereka, sungguh luar biasa. Cerita yang begitu mengharukan dan juga menjadi sebuah pembelajaran bagi saya sebagai pemuda penerus bangsa dan calon guru nantinya.
Bagi saya sosok Ikal dalam cerita adalah teman khayalan saya, bagaimana cara Ikal mewujudkan mimpinya dengan segala keterbatasannya merupakan sebuah contoh yang patut saya tiru, bukan berarti saya harus mengikuti apa yang dilakukannya tetapi saya harus mewujudkan mimpi saya sendiri dengan cara dan usaha saya sendiri karena jelas kami berbeda latar belakang keluarga dan budaya. Jika suatu ketika saya merasa tak bersemangat dan merasa tak mungkin untuk mewujudkan mimpi saya, maka saya akan mengingat perjuangan Ikal dan Lintang dalam menjalani hidup dan setelah itu saya akan merasa lebih baik. Itulah alasan yang membuat saya menganggap Ikal sebagai teman khayalan dikala saya sedang merasa sendirian.
Novel  ini sebenarnya menyimpan banyak pertanyaan untuk diri saya pribadi dengan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini, sehingga saya bertanya-tanya dalam hati, apa mungkin ini semua merupakan sebuah kenyataan atau hanya sebuah fiksi yang memang diwajarkan dalam penulisan sebuah karya karya. Suatu ketika saya membaca novel ini, kira-kira untuk yang ketiga kalinya, saya menemukan sebuah keganjilan pada sosok Lintang yang begitu cerdas dalam alur cerita ini, mengapa demikian? Kita bisa membayangkan sendiri keadaan Lintang yang serba memiliki keterbatasan namun ia bisa mengetahui pengaetahuan umum yang tidak ia dapatkan di sekolahnya, hal ini yang kurang jelas dalam sosok Lintang dan mungkin menjadi sebuah pertanyaan terpendam saya untuk menanyakannya langsung kepada penulisnya dan mengapa Andrea Hirata menuliskan beberapa kata asing (bahasa latin) dalam menggambarkan sebuah peristiwa atau sebuah perumpamaan untuk sifat tokoh, itu semua membuat saya merasa mual dengan istilah-istilah asing tersebut, sehingga saya merasa dibodohi seperti yang telah saya jelas tadi. Andai saja saya diberi kesempatan untuk bertemu dengan Penulis novel ini, saya akan menanyakan beberapa pertanyaan untuknya dan beribu sanjungan untuk novel ini.
            Andrea Hirata menulis novel ini dengan gaya bahasa yang tinggi selain menggunakan istilah asing, dia juga menggunakan perumpamaan-perumpamaan yang jarang digunakan oleh penulis lain dalam menulis sebuah cerita, hal ini memang sangat menarik sekaligus membuat geli bagi para pembaca yang kurang pandai mengartikan istilah asing yang digunakan. Ini semua membuat sebuah dilema bagi saya karena saya sendiri tidak begitu tahu istilah-istilah tersebut, “sungguh novel yang luar biasa” inilah yang ada dalam pikiran saya. Jika saja novel ini menggunakan bahasa yang sederhana, ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama novel ini tak jadi Best Seller dan yang kedua Novel ini akan cepat diselesaikan oleh pembaca karena tidak perlu lagi berhenti membaca untuk memikirkan istilah-istilah asing dalam novel ini.
            Ada sebuah kelucuan dalam novel ini yang membuat saya tertawa sendiri, yaitu ketika Ikal sedang jatuh cinta saat mengambil kapur tulis di sebuah toko yang menjadi toko langganannya untuk berhutang kapur tulis untuk sekolahnya. Ikal terlihat culun dalam cerita ini karena dengan melihat kuku seorang gadis saja dia sudah merasa berbunga-bunga dan jatuh cinta, bukankah itu sebuah hal yang konyol. Mana mungkin kuku seorang gadis dapat membuat Ikal jatuh cinta dan hatinya berbunga-bunga? Cerita yang sangat menggelitik untuk saya, bahkan hal itu terlihat jelas saat saya melihat filmnya langsung. Banyak hal-hal menarik yang sebenranya tersimpan dalam novel ini dan takmungin jika saya sebutkan satu persatu.
Lembar demi lembar saya membaca novel, tapi seperti baru pertama kali membaca novel ini karena saya menemukan hal yang baru dari bacaan tersebut, mungkin inilah yanng dinamakan sastra. Mungkin juga karena novel ini telah menghipnotis saya sehingga tak pernah bosan membaca kisahnya. Ketika saya membaca beberapa novel karya Andrea Hirata, sekan tak pernah lepas dari unsur percintaan remaja, termasuk juga dalam novel ini. Coba kita membayangkan jika Ikal tidak menerima sebuah kotak bergambarkan menara Eifel dari pujaan hatinya, mungkin Ikal tidak pernah berpikir untuk pergi ke Prancis dan dari segi percintaanlah yang membuat Ikal begitu semangat. Laskar Pelangi, novel inspiratif, melankolis dan penuh cinta. Itulah yang terlintas dalam pikiran saya ketika membaca novel ini.
Andai kata saya dipertemukan dengan Andrea Hirata, saya akan mencoba berbincang tentang novel ini dan ingin sekali berkunjung ke Belitong bersamanya, terutama SD Muhammadiyah Belitong, sekolah Islam pertama yang ada di Belitong. Sebuah tempat yang menjadi latar dari cerita ini dibuat. Mungkin itu hanya khayalan belaka, tapi saya ingat semangat Ikal teman khayalan saya yang tak pernah meredupkan api semangatnya, merubah yang tak mungkin menjadi mungkin karena usahanya. Meski mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari lingkungannya, Ikal tetap sabar dan tak mempedulikannya.
Saya tidak pernah membayangkan bagaimana jadinya saya jika berada di Belitong dengan kondisi ekonomi yang begitu memprihatinkan seperti kebanyakan orang melayu di sana dan harus bersekolah di tempat yang lebih mirip dengan kandang ternak ini, dengan dinding papan, berlantaikan tanah dan beratap rusak. Jelas saya tidak mau berada di tempat itu, lain halnya dengan Ikal, Lintang dan teman-temannya. Semua itu menjadi nikmat bagi mereka. Berbicara tentang Belitong, saya menjadi penasaran akan tempat itu, menikmati keindahan-keindahan yang dilukiskan oleh penulis dalam sebuah cerita dengan metafor-metafor yang memperindah tempat itu, semoga keindahan tempat tersebut bukanlah sebuah rekayasa dalam sebuah cerita.
Saya berpendapat kalau novel ini cocok dijadikan referensi untuk pembelajaran di sekolah guna menumbuhkan semangat para peserta didiknya, karena isi dari cerita ini dapat memotivasi banyak orang untuk tetap melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tanpa terbebani oleh keadaan yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan pendidikan. Acungan dua jempol untuk novel ini, berkat novel ini, pembaca akan merasa tergugah hatinya bahkan dapat memberikan motivasi untuk para orang tua untuk tetap menyekolahkan anaknya dan mengutamakan pendidikan dari segalanya.
Novel ini sebenarnya telah menghipnotis saya untuk terus bermimpi, terus berangan dan bersemangat untuk melanjutkan pendidikan. Berkat sosok kedua guru dalam novel ini yang penuh dengan dedikasi tinggi dalam memberikan pengajaran yang hanya dibayar dengan beres beberapa kilo gram saja. Sangat jarang menemukan sosok guru seperti mereka dalam kehidupan nyata, hal ini memang wajar jika melihat keadaan negara kita yang sedang dilanda krisis sehingga menjadikan semua bidang sebagai lahan pengeruk keuntungan, maka sudah tidak ada guru yang mau mengajar tanpa mendapatkan bayaran seperti itu. Tapi dedikasi seperti kedua sosok itu perlu saya tiru saat menjadi guru nantinya, bukan dalam hal tidak mendapatkan bayaran tapi dari segi kesabaran dalam menghadapi murid-murid yang sedang memang terlihat bandel dan masih suka bermain.
Pernah saya membandingkan cerita dalam novel Laskar Pelangi dengan Filmnya, saya menemukan beberapa perbedaan dalam isi cerita dan penggambaran tokohnya. Cerita dalam novel ini lebih menyentuh dibandingkan dengan cerita yang diFilmkan, ceritanya lebih menyentuh dan mengharukan ketika saya membaca novel daripada menonton filmnya, mungkin ada daya tarik tersendiri dari kata-kata yang tulis oleh Andrea Hirata. Kata-kata yang menyentuh dengan beberapa majas hiperbola yang digunakan membuat cerita dalam novel ini tidak terkesan bosan untuk dibaca meski mempunyai ketebalan halaman yang cukup lumayan untuk sebuah novel tetralogi. Hanya saja dalam segi humoris mungkin lebih asik jika menyaksikannya cerita ini melalui media audio visual (televisi). Saya jadi teringat ketika salah satu temannya yang dipanggil “samson” ingin merubah Ikal menjadi seorang lelaki idaman kaum hawa dengan merubah badan Ikal menjadi terlihat macho dengan menggunakan batok kelapa, tetapi dalam novelnya malah menggunakan bola tenis, entah mengapa menjadi berbeda seperti itu. Inilah salah satu pertanyaan dalam novel ini, mengapa tidak mempertahankan keaslian dari cerita dalam novelnya, sedikit mengecewakan juga sebenarnya untuk saya pribadi.
Perbedaan peristiwa antara novel dan Film Laskar Pelangi membuat saya bingung. Tidak sedikit perbedaan yang terlihat dalam certia yang berbeda media ini, apalagi tugas saya hanya mengapresiasi novelnya saja. pemikiran saya terkontaminasi oleh isi cerita dalam film ini, seakan membuat saya ‘tersesat’ dalam mengapresiasi novel ini. Sungguh disayangkan perbedaan ini berakibat buruk bagi saya dan teman-teman seperjuangan dalam mengapresiasi prosa fiksi ini. Saya sedikit menyesal telah menonton filmnya, sebelum menyelesai tugas saya. Membuat pekerjaan saya lebih banyak karena harus membacanya berulang-ulang dan menghilangkan gambaran tentang isi cerita yang ada dalam film tersebut.
Secara keseluruhan saya melihat cerita ini merupakan sebuah potret kehidupan masyarakat Belitong yang kini telah menjadi Provinsi (Bangka Belitung)  yang beranggapan pendidikan hanyalah membuang waktu dan pada akhirnya akan menjadi kuli di PN timah. Sebuah pemikiran yang masih primitif bagi saya, kebanyakan orang di sana masih berpikir dangkal untuk masalah pendidikan, mungkin salah satu alasannya, masyarakat di sana merupakan masyarakat yang tertinggal dan kurang atau bahkan tidak terjamah sama sekali oleh pemerintah. Novel ini telah membuka wawasan kita tentang sebuah daerah tertinggal yang mempunyai beberapa orang yang berpikiran maju seperti Ikal, Lintang dan teman-temannya. Mungkin kalau saja Ikal merupakan sosok nyata dari penduduk di sana, Belitong takkan menjadi daerah yang masih buta akan pendidikan. Bahkan bisa saja menjadikan Belitong sebuah daerah yang tumbuh dengan pesat setelah menjadi Provinsi.
Penulis dalam novel ini telah membuka mata kita, akan pentingnya sebuah mimpi dan cita-cita. Apa gunanya hidup seseorang tanpa mimpi? Karena mimpi adalah awal dari sebuah cita-cita yang harus diwujudkan menjadi sebuah kenyataan. Menggambarkan bagaimana pentingnya pendidikan untuk masa depan telah dijelaskan oleh penulis dalam cerita Laskar Pelangi ini. Pendidikan berkualitas Itulah harus dirasakan oleh semua kalangan untuk meningkat kualitas bangsa dan menciptakan sumber daya manusia yang dapat menjadi kebanggaan negeri. Inilah kira-kira pesan yang disampaikan oleh penulis dalam novel ini.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar